Selasa, 01 Juli 2008

2008

Suara-suara itu membangunkan saya. Suiiiiiing ... tret-tret-tret-tret-tret ... trak-trak-trak-trak-trak ... dorrr ... toetttt-toettt ...! Sesaat saya berada di zona perbatasan. Perbatasan antara alam tidur dan terjaga. Namun, tidak lama. Segera saya mampu meraih jam kecil di samping tepat tidur. Benar, ini pukul 00.00. Saat pergantian tahun. Pantas begitu meriah. Tapi, tak sampai semenit kemudian mata telah kembali terpejam dengan tangan menggenggam tangan istri. Kemeriahan terus terdengar sampai lelap menenggelamkannya.
Saya terbiasa tidur relatif sore untuk ukuran orang sekarang. Itu membuat segar saat dini hari melangkah ke masjid buat shalat Subuh. Pernah saya mendengar ceramah bahwa shalat Subuh berjamaah di masjid begitu berharga. Orang-orang bilang enerji Subuh sungguh luar biasa. Sejak itu saya membiasakan diri Subuh di masjid. Sebuah pilihan yang mendorong tidur lebih sore. Kebiasaan itu berlangsung hampir saban hari. Bahkan, di detik-detik peralihan tahun sekalipun.
Saya memang tak sempat melihat indahnya pesta kembang api. Tapi, itu bukan berarti tak merasakan antusiasme menyambut tahun baru. Rasa antusias pada diri bahkan telah terasa beberapa hari sebelum tahun baru tiba. Yakni sejak berada di Makkah, saat mendampingi Pak Menteri Maftuh Basyuni yang langsung memimpin rombongan haji kita. Banyak sisi penyelenggaraan haji yang masih dapat ditingkatkan lagi kualitasnya di waktu mendatang. Namun, secara umum, pelaksanaan haji tahun ini baik. Bahkan, terbaik dibanding sebelumnya. Pencapaian itu meyakinkan saya bahwa kita, bangsa ini, akan dapat menjalani 2008 secara baik.
Masyarakat tampak antusias menyambut tahun baru. Sikap antusias itu mempertebal optimisme bahwa kita akan mendapatkan keadaan lebih baik pada 2008 ini. Ratusan ribu, mungkin malah jutaan, orang dengan sungguh-sungguh menanti detik-detik pergantian tahun. Tak sedikit yang bukan cuma bersenang-senang. Mereka juga menetapkan 'resolusi' bagi dirinya sendiri. Resolusi untuk mendapatkan kehidupan lebih baik tentu. Tidak sedikit pula yang menyambutnya dengan berdzikir bersama. Juga dengan memanjatkan doa tentu.
Resolusi serta doa adalah refleksi dari harapan dan keinginan. Yakni, harapan dan keinginan agar hari esok lebih baik dari hari kemarin. Harapan dan keinginan itulah yang menggerakkan kita untuk melangkah maju. Dalam istilah agama, keinginan yang bersungguh-sungguh adalah azam. Siapa memiliki harapan dan azam kuat, ia akan maju. Ia akan tertuntun pada kesuksesan dan kebahagiaan. Bangsa yang memiliki harapan dan azam kuat akan menjadi bangsa maju. Itulah hukum alam. Itu pulalah hukum Tuhan (sunnatullah) yang tak terbantahkan kebenarannya.
Ketenangan hari-hari peralihan tahun ini memang sempat terkoyak oleh beberapa tragedi. Di belahan lain dunia, tepatnya di Rawalpindi, Pakistan, peluru bukan hanya merobek tubuh Benazir Bhutto. Peluru itu juga merobek harapan warga setempat untuk mendapat kehidupan lebih baik. Di sini, di sepanjang lintasan Bengawan Solo, ratusan ribu kalaupun bukan jutaan jiwa harus terempas banjir. Beberapa tragedi itu dapat menggoyahkan harapan kita semua untuk mendapat hari-hari lebih baik di 2008 ini.
Tetapi tidak. Tragedi dan bencana tidaklah boleh menggoyahkan harapan dan keyakinan. Keduanya justru dapat menjadi faktor yang memperteguh langkah menjadi lebih baik. Bukankah kedamaian dan kemakmuran Aceh sekarang terjadi setelah tragedi Tsunami? Bukankah Jepang yang tak henti digoyang gempa dan bahkan diluluhlantakkan Amerika di Perang Dunia II adalah Jepang yang perkasa. Para keluarga korban banjir maupun longsor memang tidak melalui pergantian tahun dengan pesta kembang api dan terompet sebagaimana saya yang tidur lelap. Tapi bencana, insya Allah, justru akan mengantarkan mereka menjadi pribadi yang kuat. Pribadi yang lebih sukses lagi di 2008 ini. (Zaim Uchrowi )


Jumat, 04 Januari 2008

Tidak ada komentar: